Tahukah Anda bahwa dalam Islam, orang yang pertama menumpahkan darahnya demi Islam sebagai syahidah adalah seorang wanita.  Wanita mulia itu adalah Sayidatina Sumayah RA.


Dalam keadaan bahaya dan peperangan mengancam Islam serta kaum muslimin, wanita Islam tidak bersembunyi dan menutup pintu rumahnya, walau kewajiban jihad dibebankan kepada orang laki-laki saja. Akan tetapi mereka terjun bersama dalam semua lapangan dan medan. Pada waktu itu, salah satu sahabat wanita,  Laila Al-Ghifariyah selalu keluar mengikuti Rasulullah SAW. dalam peperangan untuk mengobati orang-orang yang terluka. (Asadul Ghabah jilid VII hal. 259).
Dalam bidang perniagaan pun kaum wanita terjun dengan berani dan sukses. Mereka tidak mau menjadi golongan penyandang  ”cacat” yang jadi beban masyarakat Islam, yang tidak melihat kecuali hanya empat dinding dengan pintu tertutup dan jendela dirapatkan. Mereka bukan model wanita yang tidak punya semangat dan kreativitas, yang kerjanya hanya mengantarkan dan menyambut suaminya di beranda rumah, sementara sisa waktunya hilang lenyap dalam kamar tidurnya. Akan tetapi wanita muslimah berkat gemblengan Rasulullah SAW yang tiada hentinya memiliki vitalitas dan daya efektivitas yang sama dengan rekan-rekan seperjuangannya (pihak laki-laki). Bekerja sama dalam batas-batas tertentu dengan tetap memelihara keimanan dan kesucian pribadinya.
Qailah Al-Anmariyah berkisah: ”Saya melihat Rasulullah SAW di Marwah sedang bertahallul dari umrahnya. Kemudian aku duduk di sampingnya dan bertanya, “Ya Rasulullah, saya ini seorang pedagang. Apabila saya mau menjual barang, saya tinggikan harganya di atas yang diinginkan, dan apabila saya ingin membeli saya tawar ia di bawah yang ingin saya bayar”, maka jawab Rasulullah SAW: “Ya, Qaiiah!,  janganlah kau berbuat begitu. Kalau kau mau beli, tawarlah dengan wajar sesuai yang kau inginkan, dikasih atau ditolak.”
Demikian wanita muslimah ikut meramaikan pasar, mereka berjual beli dengan mengikut sertakan agamanya secara aktif untuk menuntun diri dan untuk mendasari transaksi yang dilakukan. Keluar masuk pasar mencari rezeki yang halal, dan menjauhkan diri dari yang haram lagi terlarang. Kebebasan macam apa yang kalian inginkan dari wanita muslimah lebih dari itu? Mereka merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Islam dalam potretnya yang terindah.

Baca Juga : Keistimewaan Wanita Menurut Islam

Pengorbanan
Kalau berbicara tentang pengorbanannya demi aqidah, dalam lapangan ini wanita Islam tidak kurang dari pria muslim. Beban duka deritanya dalam berbagai medan perang tidak kalah berat sedikit pun dengan kaum laki-laki. Imannya tetap tidak goyah, aqidahnya tetap utuh, dan
hatinya tetap teguh memegang nilai-nilai agamanya yang luhur, meskipun keadaan sudah mencapai puncak yang mencemaskan, Benar-benar pengorbanan yang patut diteladani.
Zanirah (seorang wanita dari bani Mukmin), Al-Mahdiyah dan puterinya, serta banyak lagi yang tidak bisa dihitung dan diringkas bilangannya adalah tokoh-tokoh yang mencapai puncak dalam pengorbanannya demi Islam. Begitulah wanita muslimah membuktikan eksistensinya dalam masyarakat Islam dalam bentuknya yang terhormat lagi dapat dibanggakan, baik dalam tingkat
keimanan, kejujuran, dan kepasrahannya. Bagaimana tidak, dalam peperangannya di Hunain yang dilukiskan sebagai mengerikan oleh Al-Qur’an (QS. 9:26),
Ummu Saliem masuk di antara laki-laki pilihan yang tidak beranjak dari tempatnya bersama Rasulullah SAW. Dia memegang tali kekang onta Abu Thalhah dengan tangan kirinya, dan memegang kanjar (seperti rencong Aceh) di tangan kanannya untuk melindungi Rasulullah dan menghalau musuh yang mencoba mendekatinya (Al- Qurthubi hal. 2936). Ketahui jugalah bahwa Asma’ binti Yazid bin Sakan,
dalam perang di Yarmuk berhasil membunuh 9 orang Romawi dengan tiang pancang kemahnya. (*)