Subhannallah ! , hamba tuhan yang selalu memegang kunci surga

Abu Hurairah ra meriwayatkan ada seorang sahabat yang sowan kepada Rasulullah SAW dan mengajukan pertanyaan:

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak saya perlakukan dengan baik?. Rasulullah bersabda: “Ibumu,”.

Sahabat tadi bertanya lagi: “Setelah itu siapa, Ya Rasulullah?“.

Rasulullah menjawab: “Ibumu,”.

Sahabat tadi mengulangi pertanyaannya: “Setelah itu siapa?“.

Rasulullah tetap menjawab: “Ibumu,”.

Sahabat itu tetap tidak puas, kemudian bertanya lagi: “Setelah itu siapa?“.

Barulah Rasulullah menjawab: “Bapakmu,”.

Abi Ziyad
Membahas permasalahan wanita memang bagaikan kita mengarungi hamparan lautan yang luas tak berujung. Begitu banyak sisi-sisi kehidupan wanita yang mendapat perhatian agama. Ini menandakan keistimewaan wanita. Begitu agungnya wanita sampai-sampai di dalam Al-Qur’an terdapat surat dengan nama an-Nisa yang artinya “para wanita”. Kita juga sering mendengar istilah yang berbau wanita seperti Ibu Kota, Ibu Pertiwi, Ibu Jari, bahkan sampai Ibu Tiri. Karena pada hakikatnya makna dari kata Ibu sangatlah dalam, merujuk ke tempat kembali dan tempat perjuangan.

Dalam hadits diatas, Rasulullah secara tegas menyuruh kita untuk berbakti kepada ibu kita. Bahkan Rasulullah menjawab sebanyak 3 kali. Baru yang ke 4, kita diperintah untuk berbakti kepada Bapak kita. Ini maksudnya apa? Maksudnya adalah pengorbanan Ibu lebih berat daripada seorang Bapak. Bukan berarti Bapak kalah penting dibanding Ibu namun peranan Ibu itu sangat berat. Ibu-lah yang mengandung kita selama 9 bulan. Kalau Bapak kan enak, tinggal membuahi saja tanpa ikut merasakan beratnya tatkala perempuan mbobot (melahirkan). Pada saat persalinan, Bapak-bapak cuma menunggu di luar ruang operasi. Sementara ibu harus berjuang antara hidup mati mengeluarkan bayi dari rahimnya. Kalau tidak ibunya yang mati, ya bayinya ya mati. Bersyukurlah kita karena kecanggihan dunia medis membuat resiko kematian pada ibu saat melahirkan bisa diperkecil. Coba dulu, jamannya dukun bayi. Kalau tidak kena tetanus, ya terjadi pendarahan sehingga angka kematian bayi pada jaman dulu lebih tinggi daripada sekarang.

Ibu-ibu tugasnya juga dobel. Ya melayani suami, juga melayani anak. Siapa sih yang menyiapkan pakaian seragam anak-anak saat mau berangkat sekolah pagi kalau bukan si ibu. Bapak-bapaknya mbangkong di kamar tidur. Pada saat shubuh, Bapaknya masih tidur, namun ibunya sudah bangun untuk menanak nasi. Lho ini bukan pekerjaan yang ringan. Apalagi kultur masyarakat Jawa yang men-tabu-kan seorang perempuan (lebih-lebih yang sudah bersuami) bangun siang-siang. Sampai urusan yang soro-soro pun pasti ibu-ibu yang melakukan. Mulai dari menguras bak kamar mandi, menyapu halaman, mengepel, sampai mencuci dan menyetrika. Masya Allah. Gitu seorang suami suka marah-marah dan seenaknya saja kepada istrinya.

Makanya Rasulullah menempatkan seorang wanita pada keistimewaan yang tiada banding. Wanita benar-benar ditempatkan di tempat yang mulia sesuai dengan peran dan kodratnya sebagai seorang wanita. Untuk itulah dalam edisi ini dan yang akan datang kami paparkan keistimewaan wanita, sebab banyak juga wanita yang tidak tahu betapa berharganya dirinya sehingga tidak layak kalau diperlakukan semena-mena oleh laki-laki.

Dalam sebuah hadits riwayat An-Nasa’i, Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari Mu’awiyah Bin Jabal diceritakan bahwa sesungguhnya Jahimah (sahabat Nabi) datang kepada  Rasulullah SAW, kemudian ia berkata:

“Wahai Rasulullah, saya ingin pergi perang dan sekarang saya datang minta nasehat kepada Anda”. Rasul dengan bijak bertanya kepada Jahimah: “Apakah kamu masih mempunyai ibu?”. Ia menjawab: “Masih”. Kemudian Rasul bersabda: “Uruslah dia, karena surga ada dibawah kedua kakinya,”.

Rasulullah SAW memerintahkan kepada Jahimah untuk merawat dan berbakti kepada ibunya daripada ikut perang. Seorang anak laki-laki yang mengurus ibunya, karena tidak ada lagi orang lain yang mengurusnya boleh untuk tidak ikut berperang. Hal ini menunjukkan bahwa merawat ibu dan berbakti kepadanya tidak kalah besar pahalanya daripada berjihad sekalipun. Bahkan Rasulullah menjamin surga bagi mereka yang dengan ikhlas mengurus dan berbuat baik kepada ibunya.

Melalui hadits ini Rasulullah SAW menerangkan keistimewaan yang diberikan Allah kepada wanita yaitu memegang kunci surga bagi anak-anaknya. Jika anak-anaknya mau berbakti kepada ibunya sesuai perintah agama niscaya Allah akan memudahkan jalan bagi anak-anaknya masuk ke dalam surga. Sebaliknya, apabila mereka enggan berbakti kepada ibunya maka akan sulit masuk ke dalam surga. Lha sekarang kan tidak, hubungan antara ibu dan anak mulai renggang.

Apalagi kalau si anak tidak memiliki perasaan balas budi. Sudah soro-soro dibesarkan oleh ibunya, setelah besar lha kok nglamak (kurang ajar). Ibunya yang sudah sepuh bukannya dirawat dengan baik, malah dimasukkan ke panti jompo. Ibunya butuh pertolongan, malah dikatai yang tidak-tidak. Yang katanya mata duitan lah. Yang katanya kayak pengemis yang meminta-mintalah. Na’udzubillah.

Keistimewaan yang diberikan Allah ini hanya dimiliki oleh seorang ibu. Kok bukan Bapak yang memiliki keistimewaan seperti ini. Hal ini membuktikan bahwa agama Islam benar-benar mengangkat harkat dan martabat kaum wanita. Sayangnya kita semua tidak tahu akan hal ini.Sampai-sampai di Indonesia ada peringatan Hari Ibu. Hari Bapak-bapak kok tidak ada. Inilah apresiasi bangsa kita terhadap peranan wanita.